Mohon alas kaki dilepas

Rabu, 15 September 2010

INSPIRASI DARI SANG BIDADARI

Saya bukan seseorang yang cukup cerdas untuk menjadikan hidup saya sebagai pelajaran dan inspirasi bagi orang lain. Namun kali ini saya akan mencoba bercerita tentang seseorang yang memotivasi hidup saya sampai sekarang, bahkan setelah dia tiada.

Setahun yang lalu, mama saya melahirkan seorang anak lagi. Anak keempat yang nantinya akan menjadi primadona di rumah kami. Setelah sekian lama sejak kelahiran saya, orang tua saya kembali dikaruniai anak perempuan. Saya yang telah 17 tahun menjadi anak perempuan satu-satunya di rumah sedikit merasa senang namun juga khawatir, saya akan tersaingi!

Kekhawatiran saya akhirnya hilang ketika saya pertama kalinya melihat bayi perempuan itu. Sungguh dia bayi tercantik yang pernah saya lihat seumur hidup saya. Saya rela membagi apapun demi dia. Rasa cemburu saya hilang seketika. Saya jatuh cinta kepadanya.

Mazaya Khairunnisa, itu nama yang kami berikan kepadanya. Mazaya artinya istimewa karena dia benar-benar istimewa. Saya tidak melebih-lebihkan, setiap orang yang melihat Mazaya mengaku langsung jatuh hati. Bahkan bagi orang yang sebelumnya tidak pernah menyukai anak kecil sekalipun.

Dalam waktu singkat, Mazaya telah mencuri hati semua orang. Kakek saya yang sebelumnya telah memiliki 26 cucu, mendadak menjadi diskriminatif. Seakan Mazaya adalah cucunya satu-satunya. Banyak orang yang ingin mengangkatnya sebagai anak mereka. Namun siapa yang rela memberikan bayi secantik itu kepada orang lain? Orang tua saya apalagi, Mazaya seperti anak satu-satunya bagi mereka. Tetapi saya dan kedua adik laki-laki saya yang lain tidak pernah merasa cemburu, atau tepatnya tidak tega untuk cemburu. Kami sama-sama menyayanginya sepenuh hati.

Perkembangan Mazaya terbilang pesat. Dibandingkan dengan sepupu-sepupunya yang seumuran, Mazaya yang perkembangannya terlampau cepat. Di umur 2 bulan dia sudah bisa telungkup, 3 bulan dia sudah bisa berdiri, 5 bulan sudah bisa berjalan dan bermain menggunakan Baby Walker. Karena itulah dia menjadi kebanggaan Orang tua saya. Selain cantik, dia juga pintar.

Sampai suatu ketika, saya menerima kabar bahwa saya diterima sebagai mahasiswa IPB. Keluarga saya bertambah bahagia. Saya merasa senang, tapi hati kecil saya menolak. Semuanya karena Mazaya. Saya tidak sanggup meninggalkannya ke Bogor. Saya pasti rindu setengah mati. Bahkan saya hampir menolak tawaran IPB dan memilih kuliah di salah satu universitas di Medan agar bisa sering-sering bersama Mazaya. Lucu memang, seorang anak bayi bisa membuat saya menolak tawaran salah satu universitas terbaik di Indonesia.

Saya sering bicara kepadanya, betapa beratnya saya meninggalkan dia. Dia satu-satunya alasan saya tidak sanggup pergi ke Bogor. Mazaya seakan mengerti ketika saya berbicara kepadanya, dia membalas tatapan saya dan meletakkan kepalanya di bahu saya seakan-akan dia tahu apa yang mengganggu pikiran saya.

Pada bulan Mei 2010 lalu, Mazaya mendadak sakit dan harus diopname di rumah sakit. Dia tiba-tiba terserang diare. 3 hari di rumah sakit keadaannya tidak kunjung membaik. Sampai hari keempat keadaannya semakin buruk. Mazaya harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar dan terpaksa dirawat di ICU. Pada saat itulah diketahui bahwa Mazaya tidak menderita diare biasa, tetapi malaria yang telah menyerang usus dan otaknya. Hanya sehari dia bisa bertahan di ICU. Tanggal 26 Mei jam 23.30, Mazaya menghembuskan nafas terakhirnya. Dia pergi meninggalkan kami semua tepat sebulan sebelum keberangkatan saya ke Bogor. Dia mengalah kepada saya, dia memudahkan jalan saya menuju masa depan.

Kepergian Mazaya seperti kiamat kecil di keluarga kami. Hati kami hancur. Setelah kepergiannya itulah saya membulatkan tekat saya untuk berangkat ke Bogor. Saya yakin inilah pengorbanan dia kepada saya dan untuk itu saya tidak boleh menyia-nyiakannya. Mazaya pergi agar saya bisa dengan mudah pergi ke Bogor dan agar Orang tua saya bisa menunaikan ibadah haji yang tertunda karena kelahirannya. Sampai saat ini ketika saya putus asa, saya selalu teringat pada Mazaya. Saya harus melanjutkan pendidikan saya demi dia. Demi pengorbanan sang Bidadari kecil....

0 komentar:


Blogspot Template by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Home Interiors